Karakteristik muslim dari pandangan cendekiawan dan akademisi

 

Oleh syifa salsabila untuk memenuhi tugas.

Kewirausahaan sebagai bagian dari ekonomi dan bisnis syariah terkait dengan mengejar peluang di luar sumber daya yang dikendalikan. Menjalankan bisnis secara etis merupakan hal penting yang harus dipraktikkan oleh seluruh pengusaha, khususnya bagi para muslimpreneur. Oleh karena itu, pembentukan etika pengusaha Muslim juga didasarkan pada nilai-nilai akhlaq. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis karakteristik muslimpreneur dari pandangan cendekiawan muslim dan akademisi. Karakteristik muslimpreneur adalah kombinasi dari berbagai elemen termasuk iman dan ibadah kepada Allah, niat baik, halalan thoyyiba, dapat dipercaya, menyetujui yang lain dan lain-lain.

  1. Pengenalan

 

Kewirausahaan sebagai bagian dari ekonomi dan bisnis syariah terkait dengan mengejar peluang di luar sumber daya yang dikendalikan. Setiap kegiatan usaha dan kewirausahaan yang konsisten dengan ajaran Islam dianggap sebagai ibadah kepada Allah SWT. Segala jenis amalan sesuai dengan pedoman dan ketentuan Islam dihitung sebagai perbuatan baik dan dihargai oleh Allah SWT.

Kegiatan usaha dan kewirausahaan harus dilakukan sesuai dengan pedoman yang telah ditentukan dalam hukum syariah sama seperti tugas keagamaan lainnya(ibadah/ibadah) dalamIslam

 

 

 

2. Islam dan Etika

 

Etika berasal dari etos kata Yunani 'yang berevolusimenjadi'etique'dalam bahasa Prancis,'etika'(Latin) dan ' etika 'dalambahasa Inggris (Judy Pearsall, 1999). Etika meliputi karakter, perilaku, prinsip moral yang mempengaruhi perilaku, dan nilai-nilai yang dipercaya oleh individu atau kelompok (Noresah Baharom, 2000).

 

Pembahasan mengenai etika Islam merupakan bagian dari kerangka diskusi akhlaq (etika jiwa). Akhlaq adalah istilah yang paling tepat untuk menggambarkan etika seorang Muslim

Implementasi nilai-nilai etika yang dipandu oleh filosofi tauhid akan memberikan pengukuran universal sistem nilai yang harus diikuti oleh setiap manusia.

 

 

4 Metodologi

 

Data yang digunakan untuk penelitian ini dikumpulkan melalui pendekatan kualitatif. Serangkaian wawancara semi terstruktur dilakukan dengan cendekiawan muslim dan akademisi untuk mendokumentasikan pandangan mereka terhadap karakteristik muslimpreneur.

Serangkaian wawancara semi terstruktur dilakukan berdasarkan tiga tema, yaitu (1) etika, moral dan akhlaq, (2) Etika Bisnis dan Etika Bisnis Islam, dan (3) Etika Bisnis Islam dalam empat fungsi bisnis. Semua sesi wawancara direkam dengan izin responden dan kemudian ditranskripsikan secara manual sebelum melalui proses pengkodean dan analisis deskriptif.

 

5 Analisis Data Kualitatif

 

Tujuan Islam didasarkan pada konsep-konsep tauhid (persatuan), khilafah (wali amanat), dan 'Ibadah (ibadah).

 

Bagian ini akan berfokus pada analisis karakteristik Muslimpreneur berdasarkan pandangan cendekiawan muslim dan akademisi yang diperoleh melalui serangkaian wawancara yang telah dilakukan.

 

5.1 Etika, moral dan akhlaq

 

Semua responden umumnya menjelaskan bahwa akhlaq adalah tentang perilaku, sikap dan gestur manusia. Dengan merujuk pada pendapat Imam al-Ghazali, mereka menjelaskan bahwa akhlaq pada dasarnya berasal dari hati dan itu diungkapkan oleh tubuh manusia (al-Jawarih). Sumber-sumber akhlaq adalah al-Qur'an dan al-Sunnah, yang berarti, itu adalah wahyu (wahyu) dari Allah SWT. Sementara etika dan moral keduanya sebenarnya didasarkan pada masyarakat barat. Singkatnya, etika adalah prinsip nilai-nilai, dan moralitas adalah praktik nilai-nilai.

   

Diskusi tentang etika, moral dan akhlaq adalah tentang karakteristik baik dan buruk dan tindakan yang diizinkan dan tidak diizinkan. Perbedaan utama antara semua istilah ini adalah sumber dalam menentukan nilai tindakan tersebut.

 

5.2 Etika Bisnis dan Etika Bisnis Islam

 

Umumnya, Etika Bisnis dan Etika Bisnis Islam tidak jauh berbeda. Mungkin berbeda dalam roh dan jiwa saja. Roh dan jiwa Islam hanya ada pada pengusaha Muslim yang berkomitmen untuk mempraktikkan cara hidup Islam. Singkatnya, para pengusaha Muslim yang telah mempraktikkan etika mutlak karena merupakan etika maka itu akan menjadi hanya etika bisnis. Namun, jika etika dipraktikkan karena kesadaran akan Islam itu akan disebut sebagai Etika Bisnis Islam.

 

 

 

 

 

 

5.3 Etika Bisnis Islam dalam Empat (4) Fungsi Bisnis

 

Pada dasarnya, responden setuju bahwa praktik Etika Bisnis Islam di antara para pengusaha dapat dilihat dengan jelas melalui pengamatan cara mereka menjalankan bisnis mereka dalam empat fungsi bisnis.

 

a. Etika Bisnis Syariah dalam Produksi

 

Fungsi produksi dalam sistem ekonomi syariah dikendalikan oleh konsep al- Rizq serta sumber pendapatan halal dan haram. Istilah al-Rizq diterapkan untuk mengkasi mata pencaharian dan sarana produksi lebih lanjut, yang telah disamakan oleh Nabi Muhammad SAW dan telah ditetapkan oleh Allah.

 

b. Etika Bisnis Islami dalam Pemasaran

 

Pemasaran adalah fungsi bisnis yang mengidentifikasi kebutuhan konsumen, menentukan target pasar dan menerapkan produk dan layanan untuk melayani pasar ini. Ini juga melibatkan mempromosikan produk dan layanan tersebut di pasar.

 

Sementara, etika pemasaran Syariah menggabungkan prinsip maximisasi nilai dengan prinsip pemerataan dan keadilan bagi kesejahteraan masyarakat.

 

c. Etika Bisnis Syariah dalam Pembiayaan

 

Pembiayaan syariah sama pentingnya dengan proses produksi itu sendiri kepada para Muslimpreneur. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa muslim diikat oleh prinsip-prinsip Islam dalam setiap aspek kehidupan mereka. Dalam konteks ini, untuk mendapatkan penghasilan halal, setiap kegiatan seorang muslim harus dilakukan sesuai dengan prinsip Syariat. Tiga kekhawatiran utama pembiayaan syariah adalah harus bebas dari unsur kepentingan (riba), ketidakpastian (gharar) dan perjudian (maysir). Larangan semua elemen ini dapat dimampingkan dalam teks Syariat.

 

d.  Etika Bisnis Syariah pada Karyawan Sumber Daya

Manusia adalah aset paling berharga dari sebuah perusahaan karena mereka adalah kekuatan pendorong perusahaan. Hubungan antara pengusaha dan karyawan masuk dalam kategori habluminannas. Dengan demikian, Islam merekomendasikan bahwa hubungan antara pengusaha dan karyawan harus dibangun berdasarkan kerangka Islam. Responden dibagi manajemen sumber daya manusia Islam dalam dua situasi, yaitu hubungan dengan karyawan dan pekerjaan.

Komentar